Senin, 26 Desember 2016

FIQH SEBAGAI PRODUK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM DAN SEBAGAI ILMU

FIQH SEBAGAI PRODUK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM DAN SEBAGAI ILMU
 mata kuliah Pak Fuad Zen,,,
tulisan ini bahan dari beliau selain yang paper,

 1. Empat macam produk pemikiran hukum Islam dalam sejarah hukum Islam:
 a. Kitab fiqh
 b. Fatwa ulama
 c. Keputusan Pengadilan agama
 d. Peraturan perundang-undangan di negeri Muslim
 2. Masing-masing produk pemikiran hukum mempunyai ciri khas.
 3. Kitab fiqh a. sifatnya: ketika ditulis oleh pengarangnya tidak dimaksudkan untuk diberlakukan secara umum di suatu negara. Meski dalam sejarah, kitab fiqh tertentu diberlakukan sebagai undang-undang. b. tidak dimaksudkan untuk digunakan pada masa tertentu, namun tidak adanya masa laku, kitab fiqh cenderung dianggap harus berlaku untuk semua masa sehingga oleh sebagian orang dianggap sebagai jumud. c. Karakteristik: meliputi semua aspek bahasan hukum Islam = dampaknya: revisi terhadap sebagian isinya dianggap dapat mengganggu keutuhan isi, maka menjadi resisten terhadap perubahan.
Mencermati hal-hal di atas, harus ada sikap proporsional terhadap fiqh: 1) Fiqh hanyalah salah satu dari beberapa bentuk produk pemikiran hukum Islam. 2) Karena produk, maka sebenarnya tidak boleh resisten terhadap pemikiran baru yang muncul kemudian. 3) Membiarkan fiqh sebagai aturan yang tidak punya batasan masa laku adalah sama dengan mengekalkan produk pemikiran manusia yang semestinya temporal.
 4. Fatwa ulama a. Sifatnya: Kasuistik, karena merupakan respon atau jawaban pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa. b. Tidak punya daya ikat c. Cenderung dinamis karena merupakan respon. 
 5. Keputusan pengadilan a. Sifatnya: mengikat kepada pihak-pihak yang berperkara. b. Dinamis, karena merupakan usaha memberi jawab atau menyelesaikan masalah yang diajukan. 
 6. Peraturan perundang-undangan di negeri Muslim a. Sifatnya: mengikat dan daya ikatnya lebih luas. b. Perumusnya: fuqaha – politisi – cendekiawan c. Masa berlakunya: biasanya dibatasi, misalnya dicabut atau diganti dengan peraturan perundangan lain. 
7. Fiqh sebagai ilmu: didefinisikan: ilmu yang mengupayakan lahirnya hukum syara’ amali dari dalil-dalil rinci. Pengertian ini mengandung unsur hukum Islam sebagai ilmu, yang dibuktikan dengan karakteristik keilmuan yaitu: a. Dihasilkan dari akumulasi pengetahuan yang tersusun melalui asas-asas tertentu. b. Pengetahuan itu terjaring dalam suatu kesatuan sistem c. Mempunyai metode-metode tertentu.

 PENJELASAN 

a. Pengetahuan dalam hukum Islam meliputi: dalil, perintah dan larangan, dan lain-lain 
b. Pengetahuan ini diakumulasikan melalui asas-asas tertentu, misalnya asas tasyri’ bertahap (tadarruj fi al-hukm), sedikitnya tuntutan syara’ (qillatu at-takalif), meniadakan kesulitan (‘adamu al-haraj), dan lain-lain.
 c. Pengetahuan tersebut dapat diakumulasikan dan disusun dengan baik karena setiap pengetahuan satu sama lain terkait secara fungsional dalam suatu sistem tertentu. 
 d. Adanya metode-metode tertentu, metode-metode tersebut tertuang dalam ushul fiqh dan qawa’id fiqhiyah yang dalam operasionalnya meliputi: 1) Metode deduktif: penarikan kesimpulan khusus dari dalil-dalil umum. Metode ini dipakai untuk menjabarkan atau menginterpretasikan dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadis menjadi masalah-masalah ushul fiqh. 2) Metode induktif: pengambilan kesimpulan umum yang dihasilkan dari fakta-fakta khusus. Kesimpulan dimaksud adalah kesimpulan hukum atas suatu masalah yang memang tidak disebutkan rincian ketentuannya dalam nash al-Qur’an dan al-Hadis. 3) Metode genetika: penelusuran titik mangsa dalam mengetahui latar belakang terbitnya suatu nash dan kualitas nash. Metode ini menggunakan pendekatan historis. 4) Metode dialektika: suatu metode yang menggunakan penalaran melalui pertanyaan atau pernyataan yang bersifat tesis dan anti tesis. Kedua pernyataan tersebut kemudian didiskusikan dengan prinsip-prinsip logika yang logis untuk memperoleh kesimpulan (sebagai tesa terakhir). 


 Dari karakteristik hukum Islam (fiqh) sebagai ilmu di atas menunjukkan bahwa apapun yang dihasilkan fiqh adalah produk penalaran yang berarti pula menerima KONSEKUENSI-KONSEKUENSI sebagai ILMU. Di antaranya: a. Skeptis b. Bersedia untuk diuji dan dikaji ulang c. Tidak kebal kritik. 

 SIKAP MUSLIM TERHADAP FIQH SELAMA INI 
 Masyarakat Indonesia pada umumnya memandang: 1. Fiqh identik dengan hukum Islam identik aturan Tuhan fiqh dianggap sebagai aturan Tuhan itu sendiri sehingga kitab fiqh = kumpulan hukum Tuhan. 2. Dari pandangan tersebut kitab fiqh adalah produk keagamaan dan juga sebagai buku agama itu sendiri. Akibatnya = selama berabad-abad fiqh menduduki tempat amat terpandang sebagai bagian dari agama dan bukan produk pemikiran keagamaan. 3. Orang yang menguasai fiqh (faqih) mempunyai kedudukan tinggi sebagai orang memahami produk pemikiran, juga sebagai penjaga hukum agama. Secara sosiologis kedudukan ini memberikan privilage dan peranan tertentu di masyarakat ini akan mempengaruhi cara pandang dan cara pikir fuqaha, maka ketika akan menulis sebuah kitab, dia tidak akan bisa lepas dari cara pandang dan cara pikir ini yang sebagian atau seluruhnya diwarnai oleh kedudukan sosialnya tadi. 

 MODEL PENELITIAN 1. Pengembangan ilmu syari’ah dimulai sejak asy-Syafi’I (w. 820), zaman tengah al-Ghazali (w. 1111), bentuk: a. Mempertegas penerapan metode induktif dalam kajian hukum Islam yang sebelumnya lebih bersifat deduktif. b. Mengintrodusir konsep tujuan hukum (maqashid syari’ah) salah satunya adalah Maslahat. Konsep ini membuka peluang bagi pendekatan sosial terhadap hukum Islam. Pada awal zaman modern Islam, M. Abduh menghidupkan kembali semangat rasionalisme seperti zaman klasik= Mu’tazilah kemudian muncul pemikir-pemikir muslim, seperti M. arkoun – Fazlurrahman (double movement) = interpretasi nilai moral untuk menghadapi situasi sosial konkrit – Al- Faruqi= Islamisasi pengetahuan (menyeimbangkan wahyu dan akal) sebagai sumber pengetahuan Islam. 2. Obyek kajian I. Syari’ah = Luas dan Sempit. 3. Luas: a. Norma ilahiyah yang mengatur tingkah laku batin b. Dan tingkah laku konkrit baik individual maupun kolektif 4. Sempit: Norma ilahiyah yang mengatur tingkah laku konkrit individual/kolektif. 5. Obyek kajian ilmu syari’ah menurut al-Ghazali: والفقيه يأخذ واحدا خاصا وهو فعل المكلف فينظر فى نسبته إلى خطاب الشرع. Ahli hukum memperhatikan satu sisi tertentu yaitu tingkah laku subyek hukum yang diselidikinya dalam kaitan dengan diktum hukum. Pendapat ini berbeda dengan pengertian yang lazim dalam hukum Islam= ilmu syari’ah yaitu: mengkaji norma-norma syari’ah yang disimpulkan dari dalil-dalil berupa teks al-Qur’an dan al-Hadis serta dalil-dalil subsider lainnya. Jika demikian ilmu syari’ah itu mengkaji: NORMA atau TINGKAH LAKU?? Dalam hal ini al-Ghazali memberi peluang pendekatan empiris= Sui generis cum empiris. 6. Model penelitian ilmu syari’ah dibedakan menjadi 2 (dua): a. Deskriptif: tidak mempertanyakan apa hukumnya (tidak mencari norma hukum yang harus dipegangi, tetapi mendeskripsikan fenomena hukum dengan mencari hubungan variabel-variabel hukum dan variabel nonhukum. Contoh: variabel hukum dilihat sebagai variabel independen seperti penerapan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan terhadap menurunnya tingkat perceraian. Maupun sebagai variabel dependen: pengaruh adat masyarakat terhadap rumusan pasal-pasal tertentu dalam KHI. Pendekatan bisa: antropologis – sosiologis – historis dan lain-lain. b. Normatif: menyelidiki norma-norma hukum untuk menemukan kaidah tingkah laku yang terbaik. 7. Pelapisan norma hukum Islam pada masa modern ada 3 (tiga) pelapisan: a. Norma-norma dasar atau nilai filosofis (القيم الأساسية). yaitu norma abstrak yang merupakan nilai dasar dalam hukum Islam seperti: Kemaslahatan – keadilan – kebebasan – persamaan. b. Norma tengah/doktrin umum hukum Islam (الأصول الكلية) النظرية الفقهية القواعد الفقهية ( asas-asas hukum Islam) (kaidah-kaidah hukum Islam) c. Norma hukum konkrit: peraturan hukum konkrit الأحكام الفرعية Secara hirarkis: norma yang paling abstrak dikonkritisasi dalam norma yang lebih konkrit. Begitu juga norma tengah dikonkritkan dengan bentuk peraturan hukum konkrit. Contoh: 1) Nilai dasar kemaslahatan ----- المشقة تجلب التيسير -------- dalam hukum ibadah boleh berbuka puasa bagi musafir. Atau dalam hukum perdata orang yang kesulitan dana diberi kesempatan penjadwalan kembali pembayaran hutangnya. 2) Nilai dasar kebebasan----------- kebebasan berkontrak ------------ boleh membuat akad baru apa saja, misalnya ASURANSI sepanjang tidak melanggar ketertiban umum syar’I dan akhlak Islam. 3) Nilai dasar keadilan ------- hukum waris (asas bahwa setiap orang (laki-laki dan perempuan) mendapat bagian warisan dari peninggalan orang tuanya -------- peraturan konkrit mengenai rincian bagian masing- masing. Penelitian filosofis (nilai dasar) Maka penelitian normatif hukum Islam Penelitian doktrinal= menemukan doktrin/asas-asas umum hukum Islam penelitian klinis (menemukan hukum syar’i, yaitu menemukan hukum in concrito. 
 ASAS-ASAS HUKUM ISLAM Menurut Hasbi ash Shiddieqi 1. Asas nafyu al-haraj 2. Asas qillatu at-taklif 3. Asas kemaslahatan manusia 4. Asas keadilan merata 5. Asas estetika 6. Asas menetapkan hukum berdasar urf 7. Asas hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas untuk berijtihad 8. Asas tadarruj 
 ASAS-ASAS HUKUM ISLAM 1. Asas umum a. Asas keadilan b. Asas kepastian hukum c. Asas kemanfaatan 2. Asas-asas dalam lapangan hukum pidana a. Asas legalitas b. Asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain c. Asas praduga tak bersalah 3. Asas-asas dalam lapangan hukum perdata a. Asas kebolehan b. Asas kemaslahatan hidup c. Asas kebebasan d. Asas menolak madlarat e. Asas kekeluargaan f. Asas adil dan berimbang g. Asas mendahulukan kewajiban dari pada hak h.Asas larangan merugikan diri sendiri i. Asas kebebasan berusaha j. Asas hak milik berfungsi sosial 
 CONTOH NASH BERKAITAN DENGAN ASAS-ASAS DLM HUKUM PIDANA 
 1. Asas kepastian hukum a. Al-Isra’ (17): 15  b.لا حكم لأفعال العقلاء قبل ورود النص c. الأصل فى الأشياء الإباحة 2. Asas dilarang memindahkan kesalahan kepada orang lain a. Al-Isra’ (17): 15 b. An-Najm (53): 38-39  c. Lukman (31): 33 Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. 
 3. Asas praduga tak bersalah a. La hukma ---- b. Al-Ashlu fi al-asyya’ al-ibahah c. Seorang hakim itu jika keliru dalam memberikan ampunan, adalah lebih baik dari pada keliru menjatuhkan hukuman. d. Hindarilah hukuman selama kamu masih menemukan alasan untuk menghindarinya HR. Ibn Majah.4. Asas legalitas a. Al-Hasyr (59): b. An-Nisa’(4): 58-59-105 Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, c. Al-Isra’(17): 15 d. Al-Mulk (67): 8 – 9. Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" 9. Mereka menjawab: "Benar ada", Sesungguhnya Telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, Maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar". 
 e. Az-Zumar (39): 71Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" mereka menjawab: "Benar (telah datang)". tetapi Telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. 
 f. Al-Qasas (28): 59 
g. Al-An’am (6): 19 dan al-Quran Ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia Aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). 
 h. Al-Baqarah (2): 286 
5. Asas tidak berlaku surut a. Al-Anfal (8): 38Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi[610] Sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ". [609] ialah: abu Sofyan dan sahabat-sahabatnya. [610] Maksudnya: jika mereka kafir dan kembali memerangi nabi. b. Al-Isra’ (17): 15 
6. Asas musyawarah a. Ali Imran (3): 159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. [246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya. 
 b. Asy-Syura (42): Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. 7. Asas Ekualitas a. Al-Hujurat (49): 13 

 135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. [361] Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.

Tidak ada komentar:
Write komentar