Senin, 27 Februari 2017

STUDI ISLAM PENDEKATAN HISTORIS



STUDI ISLAM PENDEKATAN HISTORIS
Pendahuluan
Munculnya istilah Studi Islam, yang di dunia Barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, dalam dunia Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya telah didahului oleh adanya perhatian besar terhadap disiplin ilmu agama yang terjadi pada abad ke sembilan belas di dunia Barat. Perhatian ini di tandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: buku Intruduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller dari Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis mempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) dan sebagainya. Amirika menghasilkan tokoh seperti William James (1842-1910) yang dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) dari Polandia, Mircea Elaide dari Rumania. Itulah sebagian nama yang dikenal dalam dunia ilmu agama, walaupun tidak seluruhnya dapat penulis sebutkan di sini.[1]
Pendekatan (approach) adalah cara atau wilayah pandang dalam suatu objek;[2] cara atau langkah dan sebagainnya yang diambil untuk melaksanakan tugas dalam mengatasi masalah dan lain-lain. Pendekatan yang seringkali digunakan yaitu sejarah, sosiologi, filsafat, antropologi, politik, hukum, psikologi dan sebagainya.
Walaupun secara realitas studi ilmu agama (baca: studi Islam [agama]) keberadaannya tidak terbantahkan, tetapi dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah ia (Studi Islam) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan di sekitar permasalahan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah misalnya mengatakan jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di kelas, lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakan di luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tersebut menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope wilayah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang bersifat normative dan histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas kalau dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.
Membicarakan  Islam tidak bisa lepas dari warisan masa lalu,hal ini untuk keberhasilan masa mendatang. Karena itu pendekatan sejarah amatlah penting sehinnga mampu memahami masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Pembahasan
Meaning of history
Secara bahasa : it denotes the cause of events, atau ta’yin al waqti (ketentuan tentang waktu) meliputi Time, Man, Space, Cause, Event.
Sejarah atau historis (Historical Approach) adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dal peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat emiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.[3]
Sejarah merupakan studi interprestasi  terhadap fakta yang terekam menyangkut kehidupan manusia dan masyarakat,  tujuan pokoknya adalah untuk mnegembangkan pemahaman tentang aktifis manusia bukan hanya yang terjadi pada masa lalu tetapi juga masa sekarang.[4]
Yang dimaksud sejarah adalah bukanlah masa lalu tetapi sesuatu yang selalu dan terus berproses.masa kini juga bermaknasejarah sebagaimanamasa lalu dan nantinya juga akan menjadimasa yang disebut abad. Sejarah manusia merupakan satu proses,sekaliia terjadimakaakan terjadi dan berlangsung hingga kini, sekaligus bermakna untuk menatap masa depan.  [5]
Historisis. Metode ini dipakai dan diperkenalkan oleh Muhammad Arkoun. Dia mengatakan bahwa perspektif historisis adalah suatu uraian yang membatasi diri pada penetapan urutan kronologis dan realitas fakta-fakta apapun dalam kaitan dengan analisis teks. Suatu uraian yang merekonstruksi konteks historis dari lahir dan berlangsungnya suatu teks dan membatasi diri pada itu.[6]
Dengan demikian ketika berbicara tentang pendekatan sejarah tidak bisa dipisahkan dari beberapa terminologi tersebut. Sejarah memfokuskan diri pada “manusia” dengan segala entitas dan perilakunya. Bahwa manusia adalah makhluk yang hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Dengan demikian pendekatan kesejarahan memerlukan metode ataupun tujuan yang faktual yang hanya mungkin dilakukan dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Sejarah adalah metode, bukan suatu ilmu (procede de connaisure) yang dimaksud adalah bahwa sejarah dapat diterapkan kepada pokok-pokok pembahasan disiplin maupun sebagai sarana untuk memastikan fakta.
Setidaknya ada empat fungsi sejarah yang dinyatakan Nugroho Notosusanto, yaitu:
1)      Fungsi rekreatif
yaitu sejarah sebagai pendidikan keindahan, sebagai pesona perlawatan. Hanya pada fungsi rekreatif ini menekankan pada upaya untuk menumbuhkan rasa senang untuk belajar dan menulis sejarah. Kalau yang dipelajari berkait dengan sejarah naratif dan isi kisahnya mengandung hal-hal yang terkait dengan keindahan, dengan romantisme, maka akan melahirkan kesenangan astetis. Tanpa beranjak dari tempat duduk, seseorang yang mempelajari sejarah dapat menikmati bagaimana kondisi saat itu. Jadi, seolah-olah seseorang tadi sedang berekreasi ke suasana yang lalu.
2)      Fungsi inspiratif. 
Fungsi ini terkait dengan suatu proses untuk memperkuat identitas dan mempertinggi dedikasi sebagai suatu bangsa. Dengan menghayati berbagai peristiwa dan kisah-kisah kepahlawanan, memperhatikan karya-karya besar dari para tokoh, akan memberikan kebanggaan dan makna yang begitu dalam bagi generasi muda. Karena itu, dengan mempelajari sejarah akan dapat mengembangkan inspirasi, imajinasi dan kreativitas generasi yang hidup sekarang dalam rangka hidup berbangsa dan bernegara. Fungsi inspirasi juga dapat dikaitkan dengan sejarah sebagai pendidikan moral. Sebab setelah belajar sejarah, seseorang dapat mengembangkan inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dapat menerima atau menolak pelajaran yang terkandung dalam peristiwa sejarah yang dimaksud. Kaitannya dengan fungsi inspiratif, C.P. Hill juga menambahkan bahwa belajar sejarah dapat menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap perjuangan dan pemikiran serta karya-karya tokoh pendahulu.
3) Fungsi instruktif. 
Yaitu sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini sejarah dapat berperan dalam upaya penyampaian pengetahuan dan keterampilan kepada subjek belajar. Fungsi ini sebenarnya banyak dijumpai, tetapi nampaknya kurang dirasakan, atau kurang disadari, karena umumnya terintegrasi dengan bahan pelajaran teknis yang bersangkutan.
4) Fungsi edukatif. 
Maksudnya adalah bahwa sejarah dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan keseharian bagi setiap manusia. Sejarah juga mengajarkan tentang contoh yang sudah terjadi agar seseorang menjadi arif, sebagai petunjuk dalam berperilaku.
Pendekatan kesejarahan sangat dibutuhkan dalam studi Islam, karena Islam datang kepada seluruh manusia dalam situasi yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatannya masing-masing.

Ciri-ciri, watak dan kecenderungan  pendekatan historis
Metode terbaik untuk memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk memahami metode ini terlebih dahulu harus dipahami pengertian ilmu. Ilmu dalam arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu adalah pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya dari pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak mempelajari ihwal surga maupun neraka karena keduanya berada diluar jangkauan pengalaman manusia. Demikian juga mengenai keadaan sebelum dan sesudah mati, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal seperti ini menjadi kajian agama. Namun demikian, pengetahuan agama yang telah tersusun secara sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, dapat juga dinyatakan sebagai ilmu agama.
Cirri-ciri penelitian historis
  1. Bergantung pada daya observasi orang lain daripada yang diobsrvasi oleh peneliti sendiri
  2. Harus tertib,ketat,sistemis,dan tuntas bukan sekedar mengoleksi informasi-informasi yang tak layak,takfariabel, dan berat sebelah.
  3. Bergantung pada data primer dan data sekunder
  4. Harus melkaukan kritik eksternal dan kritik internal apakah dokumen itu otentik atau tidak,apakah data tersebut akurat atau relevan, sedangkan kritik internal harus menguji motif, berat sebelah, dan sebgainnya.[7]
 Ada dua hal yang digunakan untuk memahami islam secara komprehensif. Pertama adalah mengkaji al-qur’an sebagaimana warisan terlutis yang sekaligus menjadi sumber pokok ajaran Islam. kedua menelaah sejarah perjalanan islam itusendiri dengan mencermati bagaimana al-qur’an itu dikaji, dipahami, dan dilaksanakan dalam sejarah umat sejak masa nabi hingga sekarang. Untuk menggunakan sejarah maka perlu mengetahui watak atau kaidah-kaidah ilmu sejarah yaitu ilmu politik, karakter-kareakter alam, perbedaan bangsa-bangsa, kawasan,zaman dalam perjalanna hidup, akhlak,tradisi, mazhab dan lainnya.[8]
Pendekatan historis ini banyak digunakn oleh para tokoh seperti Harun Nasution, Fazlur Rahman dengan dipadukan pendekatan filosofis. Watak dari pendekatan historis dalam mengkaji Islam ini tidak bersifat normatif tetapi melihat secara lahiriyah yang Nampak pada masyarakat (das sein). Kalau pendekatan normative melihat qu’an berdasarkan keseluruhan isinya (das sollen).[9]
Sebagaimana rahman dalam menggunakan pendekatan sejarah yang dipadu dengan pendekatan filosofis, cara memahami al-qur’an menurutnya yaitu dengan memahami teks dimasa lampau atau preseden di masa lampau yang mempunyai suatu aturan,  dan menyaringnya dengan sejarah yang persifat temporar dan berubah-ubah.
Kelebihan dan kekurangan pendekatan historis
Pendekatan sejarah dipandang penting dalam setiap ilmu, sebab setiap ilmu termasuk perkembangan teori-teorinya memiliki sejarah. Kebudayaan sebagai kreasi manusia tentunya juga memerlukan sebuah pendekatan sejarah. Sehingga Islam sebagai sebuah agama sangat perlu untuk didekati dengan pendekatan sejarah, baik Islam dalam artian kebudayaan maupun dalam artian ilmu dan teori keislaman.
Memahami Islam dengan berbagai pendekatan atau cara pandang disiplin suatu keilmuan adalah amat mungkin dilakukan, bahkan harus dilakukan, karena Islam dengan sumber  utamnya al-qur’an dan hadis memang bukan hanya berbicara akidah, ahlak, ibadah, tetapi juga berbicara tentangkisah suatu kejadian dan lainnya.
Pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memhamial-qur’an dengan baik dan benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-qur’an atau kejadian-kejadian yang mnegiringi turunya al-qur’an yang selanjutnya disebut sebagai ilmu asbab al-nuzul yang pada intinnya berisi sejarah  turunnya ayat al-Qur’an. [10]
Apabila digali lebih dalam, pendekatan historis sesungguhnya telah menjadi bagian dari agama Islam itu sendiri. Pendekatan sejarah telah melekat dan terintegrasikan dalam Islam. Hal tersebut disebabkan Pertama, kewajiban bagi setiap muslim untuk meneladani Rasul, karena ia merupakan suri teladan dan uswah hasanah yang harus diikuti perilakunya oleh seluruh umat Islam. Dalam rangka meneladani Rasul secara benar tentu saja harus mengetahui secara persis perilaku pada masa lalu. Untuk mengetahui perilaku Nabi dengan benar tentu saja membutuhkan penggalian sejarah secara komprehensif dan detail. Tampilan sejarah perilaku Nabi itu biasa disebut sebagai sirah nabawiyah.Kedua, keharusan untuk memahami dan melaksanakan ayat dan hadis sebagai komitmen keberislaman seseorang. Dalam rangka memahami ayat dan hadis secara benar, tentu saja membutuhkan pemahaman tentang sejarah munculnya Hadis atau al Qur’an. Ketiga bahwa al Qur’an sendiri banyak memuat tentang sejarah dan sekaligus memuat perintah dan anjuran akan pentingnya memahami sejarah sebagai sarana refleksi seorang muslim.[11]
Mengutip pendapat W.c.smith sebenarnya baik kesadaran agama atau kesadaran ilmiah berada dalam kesadaran sejarah.[12] Hukum mempunyai sifat selalu tertinggal dari peristiwa, hukum Islam pun mempunyai sifat ini,karena perkembangan masyarakatbegitu cepat dan dinamis karena itu perlu harmonisasi. teks dan konteks antara teks dan perkembangan zaman dan sosio kultural masyarakat. [13]
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena Agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari al-Qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al- Qur’an, atau bias jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, dan dengan demikian, lalu menjadi onsep-konsep yang otentik. Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, termasuk yang konkret. Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Pada awal masa modern terdapat golongan yang pesimis dengan sejarah seperti Napoleon, sebagimana yang dikutip Ali Syariati mengatakan : sejarah tidak lain dari sekedar kebohong-bohongan yang diterima oleh semua orang. Ada sebagian orang cenderung melihat sejarah sebagai hasil kreasi seseorang dalam menggambarkan suatu peristiwa berdasarkan keinginan dan bukan berdasarkan kenyataan dengan cara memilih, menambah,  mengurangi, dan menukar data yang ada di hadapannya.[14]

Penutup
Studi Islam dengan pendekatan sejarah berarti mempelajari Islam dengan melihat jejak kesejarahannya meliputi waktu peristiwa, tempat peristiwa, dan tokoh yang terlibat di dalamnya.
Pendekatan kesejarahan sangat dibutuhkan dalam studi Islam, karena Islam datang kepada seluruh manusia dalam situasi yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatannya masing-masing.
Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.















Daftar Pustaka
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet.ke-21, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014
Akh. Minhaji, Sejarah Sosial Dalam Studi Islam Teori, Metodolog Dan impementasi,( Yogyakarta: Suka-press, 2013
----------------, Strategies For Social Research:The  Methodological Imagination In Islamic Studies, Yogyakarta: Suka-press, 2009
Fatruddin Faiz, Islamic Studies Di IAIN Sunan Kalijaga Dan Hubungannnyadengan Ilmu-Ilmu Lain. Jurnal Penelitian Agama Vol.XIV, no. 1 Januari –April 2005
Ibnu Khaldun, Muqaddimah,  cet.3 ,Jakarta: Pustaka Al-Kausar,2012
Khoiruddin Nasution,, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009
Moh. Mukri, Rekontruksi Hukum Islam Indonesia Konseptualisasimaslahah Imam Al-Gazali, Yogyakarta: CV Idea Sejahtera, 2014.
Mokh. Fatkhur Rokhzi,  Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam ,
Muhammad Arkoun, , Nalar Islam Dan Nalar Modern ; Berbagai Tantangan dan Jalan Baru, Jakarta : INIS, 1994, Cet I.
Umar Faruq Thahir dan Anis Hidayatul Imtihanah (ed)   Dinamika Peradaban Islam Persppektif Historis, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013.



[1]Mokh. Fatkhur Rokhzi,  Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam ,
[2]Akh. Minhaji, Strategies For Social Research:The  Methodological Imagination In Islamic Studies(Yogyakarta: Suka-press, 2009), hlm. 29.
[3] Khoiruddin Nasution,, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009, hlm.23
[4] Akh. Minhaji, Strategies For Social Research:The  Methodological Imagination In Islamic Studies, (Yogyakarta: Suka-press, 2009), hlm. 29. Diambil dari Donald V. Gawronski,Histori: meaning and method, Illinois: Scott, Forresman and Company,1969), hlm.3.
[5] Lebih lengkap pengertian sejarah  dapat dibaca  dalam  tulisan  Akh. Minhaji, Strategies For Social Research:The  Methodological Imagination In Islamic Studies(Yogyakarta: Suka-press, 2009), hlm. 69-70. Dan Akh. Minhaji, Sejarah Sosial Dalam Studi Islam Teori, Metodolog Dan impementasi,( Yogyakarta: Suka-press, 2013), hlm.ix-xv  dan hln. 12-30
[6]Muhammad Arkoun, , Nalar Islam Dan Nalar Modern ; Berbagai Tantangan dan Jalan Baru, (Jakarta : INIS, 1994), Cet I, hlm 23
[7]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet.ke-21, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm.174.  
[8]  Ibnu Khaldun, Mukaddimah... hlm.47
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet.ke-21, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014),
[10] Ibid., hlm.48.
[11] Ibnu Khaldun, Muqaddimah,  cet.3 (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,2012), hlm 17-46
   [12] Fatruddin Faiz, Islamic Studies Di IAIN Sunan Kalijaga Dan Hubungannnyadengan Ilmu-Ilmu Lain. Jurnal Penelitian Agama Vol.XIV, no. 1 Januari –April 2005
[13]Moh. Mukri, Rekontruksi Hukum Islam Indonesia Konseptualisasimaslahah Imam Al-Gazali, (Yogyakarta: CV Idea Sejahtera, 2014), hlm. vi.
[14] Umar Faruq Thahir dan Anis Hidayatul Imtihanah,  pengantar editor dalam  Dinamika Peradaban Islam Persppektif Historis, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013) , hlm. vii

Tidak ada komentar:
Write komentar